Friday, November 30, 2007

bab 6

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
Menurut stukturnya CCB dapat dikelompokkan ke dalam legenda pembangun masyarakat dan budaya. C-1 sampai C-5 menceritakan asal mula penamaan suatu tempat, menjelaskan kondisi geografis suatu tempat, pemberian gelar, dan pada akhirnya menciptakan aturan-aturan adat yang harus diikuti oleh keturunan Eyang Batuwangi. Sementara itu, C-4 yang mengisahkan Eyang Batuwangi dikejar-kejar musuh dapat pula dikelompokkan sebagai legenda penyebar agama Islam.
Struktur CCB tidaklah rumit. Setiap cerita terbangun sederhana dan tidak terlalu panjang. Latar CCB seluruhnya terjadi pada masa Eyang Batuwangi masih hidup. Masa ini bila dibandingkan terhadap hubungannya dengan Dipati Ukur pada C-1, maka harusnya terjadi pada akhir kekuasaan Majapahit, dan mulai berkembangnya kesultanan Islam (Mataram) di pulau Jawa. Oleh karena itu wajar bila masyarakat menganggap Eyang Batuwangi sebagai salah seorang penyebar agama Islam di Jawa Barat yang sebanding dengan seorang wali. Di samping itu, Eyang Batuwangi adalah nenek moyang masyarakat Batuwangi yang telah banyak berjasa kepada masyarakat di masa lalu. Dalam analisis struktur telah terungkap bahwa Eyang Batuwangi lebih sering menjadi pengirim dan subjek daripada sebagai penerima.
Di sisi lain, bila dilihat dari lingkungan penceritaannya, CCB dapat pula dikelompokkan sebagai legenda perseorangan (personal legend) maupun legenda setempat (local legend). Dalam hal ini CCB selalu mengisahkan seorang tokoh utama, yaitu Eyang Batuwangi yang mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat. Lingkungan penceritaan serta latar setiap cerita selalu tidak jauh dari lingkungan masyarakat Batuwangi, sehingga unsur-unsur lokal sangat kuat dalam setiap cerita.
Masyarakat Batuwangi memperlakukan CCB dengan cukup istimewa, meskipun tidak selamanya CCB dianggap sakral. Pada kenyataannya masyarakat tidak sembarangan menceritakan CCB kepada setiap orang. Selain itu, hanya orang yang sudah tua yang benar-benar menguasai cerita. Jadi, merekalah yang diangap berwenang untuk mewariskan cerita. Adapun CCB hanya diwariskan kepada keturunan baik anak-anak maupun orang yang telah dewasa, terutama laki-laki. Itupun tidak sebatas cerita, ada hal-hal lain yang juga diwariskan seperti larangan memakan kepala ayam, serta pengamalan asihan Batuwangi.
Begitulah CCB dapat terus bertahan di masyarakat. CCB diperlakukan istimewa oleh masyarakat, dan sebaliknya, CCB pun sedikit banyak mempengaruhi corak hidup, alam pikiran, serta aktivitas masyarakat pemiliknya. Dengan kata lain CCB mempunyai fungsi sosial yang cukup signifikan bagi masyarakatnya. Fungsi-fungsi tersebut di antaranya adalah membentuk identitas dan mendasari tatanan sosial masyarakat Batuwangi, membentuk pandangan dan kepribadian masyarakat Batuwangi, dan menyebarkan kaidah ritual yang kini masih berlaku di kalangan masyarakat Batuwangi.


6.2 Saran
Untuk kemajuan dunia sastra, terutama penelitian sastra lisan dan folklor, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut.
a. Terus menerus melakukan penelitian sastra lisan dan folklor, khususnya folklor lokal yang relatif lebih mudah dikenali sehingga memudahkan penelitian.
b. Memanfaatkan hasil penelitian tentang Batuwangi ini untuk berbagai keperluan lainnya terutama penelitian. Selain itu, perlu pula melakukan penelitian tentang Batuwangi dari segi keilmuan yang lain.
c. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai cerita-cerita rakyat yang berlatar era peralihan Majapahit (Hindu-Budha) ke Mataram sampai munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa. Hal ini akan menjadi pekerjaan besar dengan asumsi bahwa cerita rakyat, terutama legenda seperti ini jumlahnya paling banyak dibandingkan dengan legenda-lehenda pada waktu lain.
d. Membuat karya transformasi dari cerita-cerita rakyat ke dalam sastra modern, film, kartun, dan sebagainya dengan penuh inovasi sehingga cerita rakyat tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga memiliki nilai jual.

No comments: