Thursday, November 29, 2007

poeizie 2

Sebulan di Pembaringan

1. Ketika hanya ada nafas yang tersisa
Dan darah mengalir tanpa tenaga
Ketika rubuh, aku tak bisa berdiri
Dan dalam setiap ketika, aku
Selalu terjaga. Aku mengingatmu,
aku membayangkanmu.
Kadang iba menyesak di dada,
Tapi rinduku tak mungkin tertunda.
Ketika jari-jemariku menyusut,
Cincin yang melingkar di jariku
Pun melonggar, tapi tak pernah lepas.
Di sini aku hanya bisa berharap pada kabut
untuk menyampaikan rinduku padamu

2. Siapa yang membangunkanku dari sepi?
Siapa yang menopangku untuk berdiri?
Siapa yang menaruh ragu,?
Siapa yang mengembalikanku
pada penjara yang bernama sepi?
Siapa yang menyapaku hari ini?
Tak ada kabar berita,
Tak ada yang menyeruak tenaga,
tak ada yang ada
Dan penjara itu masih bernama sepi.
Di sini rindu bukannya tak ada,
Tapi lewat apa tersiar padamu?
Jika hujan hanya jatuh di sini,
jika kabut hanya turun di sini.
Dan jika sepi hanya terjadi di sini.
Darahku masih berkisar untuk hari ini,
Berjalan lambat,
mana bisa aku mengejarmu?
Tetapi kuinginkan dirimu hari ini
Meski tak mungkin
Dan penjara itu masih bernama sepi.

3. Ada cerita yang berlebih
daripada kisah
dari tempat tidur ini.




4. lamunan yang tak tentu
menyiksaku dalam malam dan siang
yang purba. Aku tak mengerti
ada apa denganmu?

Kau menyiksaku di dalam kesendirian ini
Sedang aku hanya bisa merasakan sakit
Dan rinduku tak terkira.
Aku hanya bisa berharap dan berharap
Seperti sayapku yang patah,
Aku tak sanggup menggapaimu.
Bahkan tak bisa jua dalam mimpi.
Karena pada malam-malam ini
Mimpi pun bukan milikku.
Aku terus terjaga dalam lamunan
Yang menyeretku dalam kenistaan
Entah sampai kapan.

5. jiwaku terbaring lesu
pikiranku terurai bersama dinginnya kabut
yang menuruni lembah.
Bayangku mengembara bersama angin
Di sini selalu hujan
Di sini selalu hujan
Inginku terlalu banyak, Tapi izinkan
Seseorang menyeka embun
yang tergenang di wajahku
Atau sekedar menyibak kabut
Yang tersangkut di rambutku.
Panca indraku selalu berkutat
Pada peredaran waktu
Bunyi jam yang berdetak
mengiringi denyut nadi
dan putaran jarum detik itu
menyeretku untuk berputar bersamanya
terpaksa aku mengeja labirin waktu
juga entah sampai kapan
ruangku dibatasi tempat tidur ini
tak ada cerita yang terukir di sini
karena yang kubaca hanyalah bahwa
satu hari satu malam adalah 24 jam
satu jam 60 menit dan satu menit
adalah 60 detik.



Pandanganku jatuh di luar kaca
jendela. Sekira burung gereja
hinggap di antara batu-batu
lalu terbang dan datang lagi
mereka punya sayap, mereka terbang
dan itu hanyalah mimpiku
untuk menggapaimu, tapi hari ini mimpiku
terpatahkan…
aku tak bisa terbang
sadar bahwa diriku hanya bisa
terbaring lesu. Terkapar dalam
angan. Terpuruk dalam sepi
sendiri…

No comments: