Thursday, November 29, 2007

mata matahari

RUNTUHNYA BUDAYA PATRIARKI DALAM NOVEL MATA MATAHARI

Tahun 1997-2001 negeri ini terus bergejolak. Reformasi yang digulirkan sampai sekarang konon malah mengalami mati suri. Padahal, negeri ini telah mengalami kehancuran ekonomi, tatanan sosial, hukum, dan politik. Lebih parahnya lagi adalah terjadinya kemerosotan nilai pada semua tatanan kehidupan. Kita ingat saat awal reformasi digulirkan., banyak pihak yang hanya mengambil keuntungan semata justru memperparah keadaan bangsa. Mata berjuta orang lalu tertuju pada kericuhan di mana-mana. Banyak wanita diperkosa di jalanan, dibunuh, dan dieksploitasi. Pada kenyataannya sampai sekarang di berbagai daerah di tanah air, kita masih sering mendengar berita tentang pemerkosaan, pembunuhan, penjualan wanita, prostitusi, TKW yang dieksploitasi, dan sebagainya.
Sejak itulah muncul kesadaran perempuan yang sebenarnya telah lama terpendam. Sedikit demi sedikit muncul gerakan feminis yang ditandai dengan bermunculannya aktivis perempuan, organisasi perempuan, serta bertambahnya porsi perempuan di pemerintah dan legislatif.
Rentang waktu 1997-2001 inilah yang ditampilkan melalui novel Mata Matahari karya Ana Maryam. Novel yang terbit tahun 2003 ini memang tidak banyak mengungkap demonstrasi mahasiswa atau proses reformasi. Akan tetapi, di sini digambarkan dengan jelas sisi-sisi kehidupan perempuan Jakarta bernama Lola yang mempunyai pemikiran modern, juga radikal. Novel ini juga tidak melulu mengisyaratkan bahwa perempuan harus mempunyai posisi yang sejajar dengan laki-laki, lebih dari itu perempuan harus menjadi sosok yang mandiri, mempunyai visi dan misi progresif dan menjadi pemenang dalam persaingan dengan kaum Adam sekalipun.
Lola dibesarkan di lingkungan kumuh di Jakarta. Sejak kecil ia tidak mendapat kasih sayang dari ayahnya. Ia dibesarkan oleh jerih payah ibunya yang melacurkan diri. Lola yang sudah dewasa mempunyai apartemen sendiri, mobil, studio foto, dan tentunya penghasilan sendiri. Ternyata ia mendapatkan semua itu dengan cara melacurkan diri juga. Dengan bekal tubuhnya ia menjadi pelacur kelas atas yang sering melayani para pengusaha dan pejabat.
Suatu hari muncul keinginan dalam hati Lola untuk mempunyai seorang anak. Ia benar-benar ingin mempunyai seorang anak yang kelak akan dinamainya, dicintainya, dan diasuhnya dengan tulus. Lalu ia mulai mencari dalam memorinya dari siapa ia harus mendapatkan anak. Tapi dari semua laki-laki yang pernah tidur dengannya tidak ada yang dianggap tepat untuk merealisasikan keinginannya itu. Tidak ada laki-laki yang ia percayai untuk memberinya anak. Namun, meskipun Lola ingin punya anak yang tentunya dari benih seorang laki-laki, Lola tidak pernah ingin mempunyai suami atau menikah. Pandangan Lola mengenai pernikahan kurang lebih seperti berikut,

Tidak, sejujurnya aku tidak memercayai lembaga perkawinan. Bagiku itu lembaga paling munafik yang pernah tercipta. Karena banyak sekali orang-orang, istri atau suami sama saja, selingkuh meski mereka sudah punya banyak anak. Lantas apa gunanya pernikahan? Aku tak sanggup jika anak-anakku suatu saat menyaksikan aku atau suamiku berselingkuh. Tidak, aku tidak mau mengambil resiko itu (Maryam, 2003: 127).


Akhirnya Lola menemukan seorang laki-laki yang sebelumnya asing di dalam kehidupannya. Ia telah jatuh cinta, tapi mengejutkan ketika ia jatuh cinta pada seorang lelaki buta bernama Elang. Lola memutuskan bahwa Elang adalah laki-laki yang akan memberinya anak. Maka dengan cara apapun ia harus mendapatkannya.
Sementara Lola sedang mengejar Elang, Thery, dahabat Lola juga jatuh cinta pada seorang laki-laki bernama Destano. Laki-laki yang mahir berbohong ini adalah seorang mahasiswa yang juga pengedar narkotika. Masa lalu Destano begitu kelam. Ia hanyalah anak pungut yang diurus dengan kasih sayang tulus keluarga nelayan miskin di Caruban, Jawa Timur. Ibu yang mengurusnya waktu kecil dibunuh dalam sebuah pembantaian. Lalu ia dibesarkan sendiri oleh seorang bapak bernama Iqbal. Pergaulan Rizky (nama kecil Destano) telah tersesat sehingga dia berkembang menjadi remaja yang angkuh, gila kekayaan, dan durhaka. Akhirnya Rizky pergi ke Jakarta dengan nama samaran Destano Kusuma Negara putra seorang pejabat juga pengusaha.
Diam-diam Destano mencintai Lola. Sementara ia tidur dengan Thery, ia juga tidur dengan Lola. Sedangkan Lola juga telah mendapatkan Elang. Lama-lama perselingkuhan ini diketahui juga oleh Thery. Akhirnya Thery marah sehingga terjadi pertengkaran hebat. Mereka semua berpisah. Elang pergi ke Singapura untuk operasi mata. Thery meninggalkan sahabatnya Lola karena kecewa, sementara Destano tertangkap polisi karena mengedarkan narkotika. Akhirnya Lola kehilangan Elang untuk selamanya, demikian juga Thery kehilangan Destano yang setelah ditangkap akhirnya menjadi gila.
Merasa senasib, akhirnya Lola dan Thery kembali bersatu. Bagi mereka cinta sahabatlah yang sejati, sampai-sampai hubungan mereka jadi istimewa. Lola dan Thery menjadi pasangan lesbi. Mereka hidup bersama sambil menunggu kelahiran anak Elang yang dikandung Lola dan anak Destano yang dikandung Thery.
Kehilangan lelaki yang dicintai bagi keduanya memang menyedihkan. Ini adalah sisi kehidupan perempuan yang manusiawi. Lepas dari itu semua, Mata Matahari telah “menyudutkan” kaum laki-laki ke level yang inferior. Dengan demikian, maka secara sadar novel ini telah berusaha meruntuhkan sistem patriarki masyarakat kita.
Di antara pemikiran yang menunjukkan upaya meruntuhkan patriarki, selain pandangan tentang lembaga perkawinan adalah pemikiran yang diungkapkan novel ini tentang laki-laki. “,,,,laki-laki sekarang mana ada yang berkaitan dengan hati, mereka sekarang berfikirnya pakai penis”. Selain itu laki-laki digambarkan sebagai makhluk yang mengejar kesenangan semata. Ini digambarkan melalui tokoh-tokoh yang menjadi langganan Lola. Mereka adalah para pengusaha, pejabat, bahkan rektor tua yang telah beranak istri namun tetap saja mau menjadi pelanggan pelacur kelas Lola. Lola yang mewakili perempuan ideal hanya memanfaatkan uang mereka saja.
Sebagai kepala keluarga, laki-laki juga digambarkan sebagai pemimpin yang lemah dan tidak bisa mendidik anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dengan ketidakhadiran tokoh ayah. Lola tidak pernah diurus ayahnya, demikian juga Thery yang hanya diceritakan tinggal dengan ibunya. Sedangkan sisanya adalah sosok ayah yang tidak mampu berbuat banyak. Iqbal gagal mendidik Rizky dengan baik. Tokoh ayah lainnya adalah ayah Elang dan ayah Lala, kekasih elang waktu kecil, di mana kehadiran dan peran tokoh-tokoh ini sangat minim dan sengaja direduksi.
Sebaliknya, novel ini mengangkat level perempuan pada level yang begitu tinggi. Perempuan mempunyai hasrat manusiawi yang sangat kuat, mempunyai sikap yang tegas, mandiri, serta mampu mempertanggungjawabkan apapun yang telah diperbuatnya. Tokoh Lola menjalankan peran sentral seperti disebutkan di atas. Demikian juga Thery, sahabat Lola. Singkatnya, kedua tokoh ini mewakili idealisme feminis untuk menjadi perempuan yang independen, lepas dari pengaruh siapa pun.
Di sisi lain, perempuan yang lemah sengaja “dimatikan”. Nasib Lala, perempuan yang rela melakukan segalanya demi Elang berakhir dengan kematian karena kecelakaan lalu lintas. Demikian juga rahayu, istri Iqbal. Yang selalu ‘nrimo’ dan lemah ini pun terbunuh. Hal ini mengindikasikan bahwa novel ini tidak menyetujui sikap-sikap perempuan yang lemah, nrimo, apalagi dependen terhadap laki-laki.
Dengan mengangkat posisi perempuan ke posisi yang lebih tinggi, maka secara langsung dan sadar, posisi laki-laki yang menjadi oposisi menjadi lemah dan inferior. Dengan cara seperti itulah novel ini meruntuhkan patriarki dengan kekuasaan ayahnya, dominasi laki-laki, atau sebaliknya, inferioritas perempuan. Gagasan-gagasan feminis seperti ini jelas tidak hanya mengungkapkan bias jender di masyarakat, tetapi juga menentang keras budaya patriarki.


***

No comments: